Jurusan Teknik Mesin
Permanent URI for this communityhttps://repository.polibatam.ac.id/handle/PL029/1751
Browse
Item Analisis Keselamtan Dan Kesehatan Kerja Pada Mesin Las di Laboratorium Pengelasan Dengan Metode HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Control)(2024-07-04) Gultom, Alex Samuel; Nugroho, Cahyo Budi;Politeknik Negeri Batam merupakan perguruan tinggi teknik yang mempunyai banyak laboratorium yang digunakan tidak hanya sebagai tempat menghasilkan produk tetapi juga sebagai sarana praktik mahasiswa. Karena Politeknik Negeri Batam mempunyai laboratorium, maka Politeknik Negeri Batam juga menyelenggarakan K3 seperti halnya perusahaan industri lainnya. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah cara mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan bahaya dan cedera pada pekerja. Kegiatan praktikum di laboratorium pengelasan antara lain pelatihan praktik dengan menggunakan mesin las yang merupakan sarana untuk mengembangkan kualifikasi mahasiswa, tentunya keselamatan dan kesehatan di tempat kerja juga menjadi aspek penting dalam pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja risk, hazard, dan rekomendasi pengendalian risiko kecelakaan kerja pada saat praktik. Penelitian ini dilaksanakan dengan merumuskan masalah yang diajukan pada topik utama, penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca atau mencatat hal-hal yang berkaitan dengan topik tersebut kemudian pengumpulan data dengan cara penelitian kepustakaan, observasi langsung, dan wawancara atau kuesioner. Tahap pengolahan data menggunakan metode HIRADC. Hasil penelitian ini adalah untuk pengendalian risiko pada praktek pengelasan di laboratorium w2 dapat berupa pengendalian dengan APD (alat pelindung diri) dan pengendalian dengan administratif yaitu dengan memberi pelatihan tentang keselamatan kerja maupun sign yang berupa peringatan untuk mengingatkan mahasiswa yang melakukan praktik.Item ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN PARKING BRAKE SYSTEM PADA PESAWAT A320(Politeknik Negeri Batam, 2024-07-11) Samudra, Muhammad Gilang; Nova, Muhammad AndiSebuah sistem yang sangat penting untuk menjaga keselamatan dan keamanan pesawat terbang adalah sistem hidrolik, khususnya pada brake system. Pada landing gear system terdapat brake system yang harus beroperasi dengan baik dan dapat diandalkan ketika pesawat beroperasi di darat (landing). Terdapat indikasi trouble pada Electronic Centralized Aircraft Monitoring (ECAM) yang menunjukkan bahwa parking brake tidak bisa beroperasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah yang menyebabkan kegagalan pada parking brake system dan untuk mengetahui jumlah pesawat yang sering mengalami kegagalan pada parking brake system selama 4 tahun terakhir serta menganalisis penyebab kegagalan yang paling banyak terjadi pada parking brake system pesawat A320. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode FTA (Fault Tree Analysis). Data-data penelitian didapatkan berdasarkan observasi dilapangan, data-data dokumentasi, wawancara, dan jurnal-jurnal. Analisis masalah dalam penelitian ini menggunakan referensi dari Troubleshooting Manual (TSM) dan Aircraft Maintenance Manual (AMM). Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah pesawat yang sering mengalami kegagalan pada parking brake system selama 4 tahun terakhir adalah 10 pesawat dan faktor penyebab terjadinya kegagalan parking brake system pada pesawat A320 yang paling banyak terjadi yaitu karena adanya kerusakan komponen control switch parking brake sehingga terdapat indikasi trouble pada Electrical Centralized Aircraft Monitoring (ECAM). Untuk penanggulangannya yaitu dengan cara melakukan perawatan pesawat secara rutin dan terjadwal untuk mengurangi resiko kerusakan pada peralatan dan sistem pada pesawat serta dapat menjaga kondisi peralatan pesawat selalu dalam keadaan aman dan dapat berfungsi dengan baik.Item KALIBRASI WIRE FEEDER MENGGUNAKAN BS 7570:2000 DAN BS EN 50504:2008(2024-07-04) syukri rahmat; Butar Butar, Hendra; Wijayanti, ItaAbstrak Dalam industri fabrikasi proses pengelasan memiliki peranan penting pada proses rekayasa dan reparasi produksi. Penggunaan mesin pengelasan yang dilakukan secara terus menerus akan mengakibatkan penurunan efektivitas mesin. Mesin yang tidak optimal dapat menghasilkan produk yang tidak berkualitas. Permasalahan yang sering terjadi adalah buruknya kualitas hasil pengelasan sedangkan setiap tahapannya sudah disesuaikan dengan WPS ( Welding procedur specification ), salah satu sumber penyebab masalah tersebut yaitu pada welding equipment. Tujuan penelitian ini adalah mengkalibrasi arc welding equipment agar tidak keluar dari standard mesin. Kalibrasi dilakukan dengan mengacu pada BS EN 50504:2008 dan BS 7570:2000. Kalibrasi dilakukan untuk mengukur constant current dan wire feed speed. Kalibrasi yang dilakukan dengan mengacu pada BS EN 50504:2008 dan BS 7570:2000 ternyata mampu menghasilkan menghasilkan hasil kalibrasi yang bagus. Kata kunci: Arc Welding Equipment, Kalibrasi, Standard BS EN 50504:2008 , Standard BS 7570:2000 Abstract In the fabrication industry, the welding process has an important role in the production engineering and repair process. Continuous use of a welding machine will result in a decrease in the effectiveness of the machine. Machines that are not optimal can produce products that are not of good quality. The problem that often occurs is the poor quality of the welding results, even though each stage has been adjusted to the WPS (Welding procedure specification), one of the sources causing this problem is the welding equipment. The aim of this research is to calibrate the arc welding equipment so that it does not depart from the standard machine. Calibration is carried out by referring to BS EN 50504:2008 and BS 7570:2000. Calibration is carried out to measure constant current and wire feed speed. Calibration carried out by referring to BS EN 50504:2008 and BS 7570:2000 was able to produce good calibration results. Keywords: Arc Welding Equipment, Calibration, Standard BS EN 50504:2008 , Standard BS 7570:2000Item Loss of the Brake Accumulator Pressure pada Pesawat Airbus A330-300(Politeknik Negeri Batam, 2024-07-11) Siagian, Randy; Fadilah, Nurul; MoeltjantoThis research aims to identify the causes and solutions for cases of loss brake accumulator pressure on the Airbus A330-300 aircraft. The brake accumulator is a component of the brake system, serving as a source of hydraulic power for emergency operations, absorbing pressure spikes, providing temporary power supply during pump failures, and maintaining pressure in the hydraulic system during certain periods or when the pump is not functioning. This is crucial for the brake system in the event of hydraulic system failures. The occurrence of one error, namely loss brake accumulator pressure, was identified when indications in the cockpit showed that the loss brake accumulator pressure. Subsequently, troubleshooting was conducted referring to the aircraft maintenance manual. The causes loss of pressure were identified as damage to the accumulator. The solution to the case loss of brake accumulator pressure can be achieved by replacing the accumulator due to exceeding its designated service life.Item PERAWATAN DAN PERBAIKAN SISTEM HYDRAULIC VNA ( VERY NARROW AISLE ) MERK STILL TYPE MX-X KAPASITAS ANGKAT 1.500 KG(Muhammad Ardiansyah, 2024-07-12) Ardiansyah, Muhammad; Perkasa , Nanda Veryawan; Ihsan, SaputraSistem hidrolik pada VNA ( Very Narrow Aisle ) yang terdiri dari beberapa komponen memerlukan tindakan perawatan terencana, agar sistem hidrolik dapat berfungsi secara optimal. Tujuan dari penelitian ini untuk dapat melakukan analisa kerusakan dan dapat melakukan tindakan perawatan dan perbaikan dengan tepat dan benar. Komponen sistem hidrolik VNA (Very Narrow Aisle) yang memerlukan perawatan adalah seperti control relief valve, hydraulic control valve, hydraulic cylinder, filter, dan hydraulic oil. Adapun penyebab utama kerusakan dari komponen sistem hidrolik tersebut adalah karena kebersihan oli hidrolik yang buruk, kontaminasi dalam sistem, dan kelebihan beban (over load). Metodologi yang digunakan yaitu seperti identifikasi komponen dalam melakukan perawatan sistem hidrolik, pemeriksaan komponen dari sistem hidrolik, pemeriksaan sistem electric, dan perawatan preventif secara rutin. Untuk mengatasi kerusakan yang terjadi adalah dengan menerapkan manajemen perawatan dan perbaikan yang benar, terencana dan sesuai SOP.Item STUDI KASUS GETARAN PADA MESIN CFM56-7B (PESAWAT B737-800/900 ER) DAN CARA MENGATASINYA(2024-07-25) Pemandu Firman; Nova Muhammad AndiBoeing 737-800/900 ER merupakan pesawat yang menggunakan tipe engine CFM56-7B untuk penghasil tenaga dorongnya. Pada saat melakukan proses maintenance ditemukan permasalahan getaran yang berlebih pada engine CFM56-7B. Tejadinya getaran berlebih pada engine ini, diketahui dari Engine Airborne Vibration Monitoring (AVM), yang mana adanya getaran yang sudah melewati limitasinya sebesar 2.0 Cockpit Units yaitu 2.31 Cockpit Units. Akibat yang ditimbulkan dari getaran yang berlebih adalah rusaknya komponen lain pada engine yang dapat menyebabkan kerusakan fatal saat engine beroperasi, yang akan mengakibatkan Engine inflight shut down. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor terjadinya getaran berlebih, serta mampu menentukan metode yang efektif dalam melakukan troubleshooting. Metode penelitian yang dilakukan adalah pengumpulan data dan melakukan observasi langsung saat proses troubleshoot dengan cara melakukan inspection area Fan major module pada bagian fan blade dan fan blade platform dengan cara removal, cleaning, inspection, installation Setelah melakukan inspection pada area fan major module ditemukan ada fan blade platform yang hilang pada bagian lip seals yang signifikan, menemukan missing lip seal maka dengan itu Fan blade platform tersebut diganti dengan New Fanblade Platform. Setelah melakukan penggantian Fan balde platform and Testing kondisi getaran pada engine kembali normal.Item Studi kasus indikasi wing anti-ice still bright ketika switch on posisi pada pesawat Boeing B737-800/900ER(Politeknik Negeri Batam, 2024-07-10) Nurvianto, Anggit; Dzulfiqar, Mohamad Alif; MutiaraniSistem Wing Thermal Anti-Ice (WTAI) merupakan salah satu sistem penting pada pesawat udara yang berfungsi untuk menjaga terjadinya pembentukan es di permukaan leading edge wing (kiri, dan kanan). Sistem ini biasanya digunakan ketika pesawat berada di daerah bersalju atau pada suhu terjadinya pembentukan es. Namun, seringkali terjadi permasalahan pada sistem Wing Thermal Anti-Ice (WTAI), salah satu masalah yang dialami adalah indikasi Wing Thermal Anti-Ice (WTAI) still bright yang disebabkan Wing Thermal Anti Ice Valve yang tidak berfungsi dengan baik. Tujuan studi ini adalah untuk membahas masalah yang terjadi pada sistem Wing Thermal Anti Ice (WTAI) agar dapat mengetahui penyebab terjadinya perbedaan antara Wing Thermal Anti-Ice switch dengan indikasinya, dan penangan yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tahapan yang dilakukan dengan cara mempelajari fungsi komponen, dan cara kerja sistem dengan menggunakan referensi Boeing B737-800/900ER Aircraft Maintenance Manual (AMM) - system description section, and practices and procedures, melakukan pemecahan masalah (Troubleshooting) dengan menggunakan referensi Fault Isolation Manual (FIM), dan melakukan pengetesan menggunakan referensi Aircraft Maintenance Manual (AMM) yang bertujuan untuk memastikan permasalahan yang terjadi telah terselesaikan. Dalam kasus ini, pada saat melakukan troubleshooting ditemukan kondisi wing thermal anti-ice shutoff valve tidak dapat bergerak atau stuck close. Hal ini, menyebabkan sistem wing thermal anti-ice berada pada posisi transit yang diindikasikan lampu menyala bright blue, dan juga menyebabkan tidak adanya suplai udara panas dari sistem pneumatic ke masing-masing wing leading edge. Langkah penanganan berdasarkan referensi Fault isolation manual (FIM) adalah dengan melakukan penggantian wing thermal anti-ice shutoff valve sesuai dengan prosedur yang dijelaskan dalam Aircraft Maintenance Manual (AMM). Setelah dilakukan penggantian wing thermal anti-ice shutoff valve, dan melakukan operational test, ditemukan bahwa sistem wing thermal anti-ice kembali normal, dan posisi switch sesuai dengan indikasinya.Item Studi Kasus Kegagalan Engine Fire Extinguisher Saat Extinguisher Test Pada Pesawat Boeing 737-800/900(Politeknik Negeri Batam, 2024-07-11) Setiawan, Jevri; Nova, Andi MuhammadKebakaran merupakan salah satu ancaman paling berbahaya terhadap pesawat terbang, peraturan mengenai desain dan spesifikasi area yang berpotensi bahaya api sangat ketat. Senyawa halon digunakan sebagai bahan pemadam kebakaran pada pesawat modern saat ini karena memiliki tingkat toksisitas yang rendah serta efektif digunakan di berbagai sistem pada pesawat. Fire extinguisher system terdapat di auxiliary power unit (APU), lavatory, cargo compartment, portable fire extinguishers, dan engine. Ketika engine fire extinguisher system mengalami masalah saat digunakan, akibatnya akan menimbulkan situasi yang lebih fatal. Oleh sebab itu, pesawat dipasang engine fire extinguisher test system untuk memastikan bahwa sistem berjalan dengan baik tanpa merilis halon ketika sistem tes tersebut dioperasikan. Masalah yang umumnya terjadi khususnya pada ruang lingkup perusahaan Batam Aero Technic yaitu engine fire extinguisher test light not illuminate pada pesawat Boeing 737-800/900. Penelitian ini bertujuan untuk membahas studi kasus dari masalah tersebut serta bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut dengan teknik analisa menggunakan diagram fishbone atau yang sering juga disebut cause effect. Data data yang didapatkan berdasarkan hasil dari studi literatur, diskusi, dan juga referensi dari jurnal. Hasil penelitian yang didapatkan adalah bahwasannya dalam kurun waktu 2022 hingga 2024 terdapat 11 kasus kegagalan fire extinguisher yang terjadi saat extinguisher test yaitu karena adanya kerusakan pada fire control panel sehingga extinguisher test light not illuminate. Maintenance action yang perlu dilakukan sesuai dengan referensi maintenance manual pesawat yang terkait adalah dengan replacement engine and APU fire control panel.Item Studi Kasus Kerusakan Pada Bonding Lead Wing Tank Pesawat Airbus A320 PK-SJD(2024-07-10) Syarif, Muhammad; Fadilah, Nurul; SutartoAbstrak Pesawat Airbus A320 PK-SJD mengalami kerusakan Bonding Lead pada L/H Wing Tank . Bonding Lead berfungsi menyamakan beda potensial, meminimalkan risiko percikan diakibatkan oleh Listrik Statis. Bonding Lead juga bisa meminimalisir Radio Frequency Interference (RFI). Menurut Maintenance Defect & Rectification Report (MDRR), tercatat sebanyak 13 dari 151 Bonding Lead pada L/H Wing Tank mengalami kerusakan. Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah menentukan sebab akibat kerusakan pada Bonding Lead serta hasil observasi dan langkah yang tepat dalam penyelesaian masalah kerusakan pada Bonding Lead di L/H wing tank pesawat Airbus A320 PK-SJD. Penelitian ini menggunakan metode troubleshooting sesuai dengan Aircraft Maintenance Manual Airbus A320 PK SJD dengan melakukan pergantian Bonding Lead. Komponen tersebut mengalami pengurangan daya tahan dikarenakan letak komponen tersebut pada Wing Tank. Sehingga, mengalami kerusakan dengan sendirinya. Efek jangka panjang jika tidak diselesaikan, memungkinkan insiden yang buruk terjadi. Penyebab yang dapat menyebabkan terjadi nya kerusakan pada Bonding Lead terindikasi terjadinya korosi pada komponen tersebut kemungkinan pertama disebabkan adanya air atau uap air di dalam wing tank sehingga terjadinya oksidasi. Yang kedua, kemungkinan terjadi nya perbedaan material diantara end fitting dengan kabel sehingga terjadi nya galvanic corrosion. Permasalahan tersebut mendapat langkah yang tepat sesuai dengan AMM yaitu melakukan pergantian komponen yang serviceable. Setelah melakukan pemasangan, komponen Bonding Lead diperlukan pengujian sesuai dengan AMM dengan jumlah maksimal 10 milliohm. diketahui hasil pengukuran yang didapati dengan jumlah rata rata 8 milliohm. maka dapat disimpulkan komponen Bonding Lead serviceable atau layak di pakai pada pesawat.Item Studi Kasus Penyebab Kerusakan Mesin pada Wheel Loader Liugong ZL50CN Menggunakan Metode FMEA dan Diagram Fishbone(2024-07-05) Ramadhani, Hasan Fajriansyah; Kamsyah, Domi;Penelitian ini berfokus pada analisis kerusakan mesin wheel loader, sebuah traktor dengan roda karet dan bucket untuk mengangkat atau memindahkan material. Kegagalan fungsi komponen dapat mengganggu sistem secara keseluruhan, menurunkan produktivitas, dan meningkatkan downtime serta biaya perbaikan. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor penyebab kerusakan dan mencegah kerusakan serupa di masa depan. Metode yang digunakan adalah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan diagram fishbone, dengan mengumpulkan data historis kerusakan, menentukan penyebab, dan menganalisis nilai Risk Priority Number (RPN). Kerusakan dengan RPN tertinggi dianalisis lebih lanjut untuk mencari akar penyebab dan memberikan solusi perbaikan. Berdasarkan hasil penelitian, kerusakan sistem pendingin mesin memiliki nilai RPN tertingi yaitu 243. Kerusakan tersebut disebabkan oleh kerusakan komponen seperti waterpump rusak, hose radiator bocor, thermostat tidak berfungsi dan fanbelt putus. Faktor-faktor penyebab kerusakan komponen tersebut yaitu faktor mesin, metode, material dan manusia. Untuk mencegah kerusakan yang sama terulang kembali yaitu dengan memberikan pelatihan kepada mekanik serta menggunakan sparepart original dan berkualitas.Item STUDI KASUS PENYEBAB RIGHT ENGINE TAILPIPE FIRE ON GROUND PADA PESAWAT BOEING 737-900ER(Politeknik Negeri Batam, 2024-07-09) Fauzan, Rahmat; Putra, Lalu Giat JuangsaTailpipe fire merupakan kejadian apapun yang menyebabkan asap atau api yang terlihat di bagian exhaust engine yang terjadi pada saat engine pesawat sedang beroperasi. Permasalahan pada pesawat Boeing 737-900ER saat engine kanan melakukan start. Untuk metode yang digunakan pada tugas akhir ini menggunakan metode kualitatif yaitu mengidentifikasi masalah dengan motode studi literatur, wawancara, dan troubleshooting. Tujuan mengambil kasus penyebab tailpipe fire adalah untuk mengetahui penyebab dengan cara mengidentifikasi masalah serta mencari tahu permasalahan apa yang sering menjadi penyebab masalash tersebut. Hasil dari penelitian tentang permasalah tailpipe fire pada pesawat adalah terdapat permasalahan pada empat komponen fuel nozzle yang berada dekat dengan ignition. Dari permasalahan tersebut maka dilakukan proses penanganan permasalahan yang mengacu pada FIM untuk mengetahui possible cause apa saja yang dapat menyebabkan kasus tersebut bisa terjadi, melakukan fuel manifold & fuel nozzle leak check, removal & installation fuel nozzle, terakhir melakukan Idle-Power Leak Check sebagai acuan apakah fuel nozzle sudah bekerja secara baik dan fungsional.Item STUDI KASUS STANDBY HYDRAULIC LOW PRESSURE LIGHT MENYALA PADA PESAWAT BOEING 737- 800/900ER(Politeknik Negeri Batam, 2024-07-09) Yahya, Andi Hilmy; Nova, Muhammad Andi; Aryswan, AdePesawat Boeing 737-800/900ER memiliki sistem hidrolik yang dibagi menjadi 2 sistem utama dan 1 sistem standby dengan fluid sebagai media penggerak yang di suplai dari masing-masing pump pada saat pengoperasian pesawat. Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada sistem standby hydraulic adalah low pressure light menyala yang menunjukkan penurunan tekanan hidrolik kurang dari 1.300 psi. Tujuan dari laporan tugas akhir ini untuk mengetahui permasalahan yang sering terjadi pada pesawat Boeing 737-800/900ER tentang standby hydraulic low pressure light menyala pada saat operasional test dan bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. Adapun metode yang digunakan adalah studi literatur dan observasi berdasarkan aircraft manual. Penelitian dilakukan melalui observasi lapangan disertai dengan diskusi dengan engineer dan team perbaikan pesawat Boeing 737- 800/900ER. Hasil pengamatan ditemukan 5 kemungkinan penyebabnya dan setelah dilakukan pengecekan di standby pump pada saat dioperasikan, pump tidak bekerja yang menyebabkan indikator standby hydraulic low pressure menyala. Setelah dilakukan penggantian komponen sesuai dengan manual dan pengetesan standby hydraulic system beroperasi dengan normal indikator standby hydraulic low pressure mati. Kesimpulan dari studi kasus ini ditemukan delapan kasus mengenai standby hydraulic low pressure light dan lima kasus diantaranya disebabkan oleh komponen standby pump setelah dilakukan pergantian komponen dan pengetesan, sistem standby hydraulic normal kembali dan pesawat menjadi serviceable.Item Studi Kasus Terjadinya Lightning Strike Pada Horizontal Stabilizer Pesawat Boeing 737-900 ER PK LSR(Politeknik Negeri Batam, 2024-07-17) Wijaya, Ilyas; Fadilah, Nurul; Siregar, JamesPesawat boeing 737-900 ER dengan no. registrasi PK-LSR umumnya terbang di ketinggian 31.000 feet-36.000 feet pada saat normal. Tetapi, jika pesawat dibutuhkan untuk terbang rendah dibawah ketinggian 30.000 feet. Dimana wilayah operasi terbang tersebut, berpotensi Terkena sambaran petir yang dapat menyebabkan Damage biasa disebut lightning Strike.. Saat melakukan general visual inspection, engineer telah menemukan adanya damage pada horizontal stabilizer di pesawat boeing 737-900 ER. Setelah ditemukan damage yang dinyatakan lebih dari toleransi yang dianjurkan pada Horizontal stabilizer kemudian diperoleh kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya berkaitan tentang penyebab masalah yang ada pada pesawat boeing 737-800/900 ER yaitu fuel consumption bertambah yang normalnya 4875 L menjadi 4916 L sehingga menyebabkan Fuel cost per hour $4.431 berkurangnya 605.480 ribu. Ketika pesawat dilakukan perbaikan dengan cara di doubler mengacu pada SRM (Structure Repair Manual). Setelah semuanya selesai lalu dilakukannya pre-flight dari batam menuju Jakarta dan landing pilot menyatakan fuel consumption sudah kembali normal dilihat dari fuel capacity di indikator cockpit. Pada akhirnya engineer menyatakan pesawat airworthy atau layak terbang.Item Studi Kasus Vibration Fanblade pada Engine CFM56-7B Pesawat B737-800NG PK-BGO(Politeknik Negeri Batam, 2024-07-11) Syaefudin, Daril; Dzulfiqar, Alif Mohamad; MoeljantoGas turbine engine CFM56-7B memiliki rotasi fan-blade yang sangat tinggi, sehingga mampu menghasilkan thrust yang besar pada pesawat. Namun, semakin tinggi putaran yang dihasilkan, risiko vibrasi juga semakin besar. Vibrasi pada engine pesawat adalah hal yang wajar, tetapi tetap ada batas toleransi vibrasi yang ditetapkan, yaitu sebesar 1,5 mils. [3] Vibrasi yang terjadi tidak dapat dihindari namun dapat ditangani sesuai prosedur yang ada di manual saat pesawat sedang cruising atau mengudara. Vibrasi berlebih pada mesin ini terdeteksi oleh Engine Indicating and Crew Alerting System (EICAS) yang terhubung dengan airborne vibration monitoring (AVM). Data yang terkumpul digunakan untuk menentukan apakah perlu dilakukan perawatan atau tidak. Hasil AVM menunjukkan batas vibrasi sebesar 3,5 sehingga menyebabkan vibrasi sangat tinggi. Untuk mengembalikan kondisi engine ke keadaan normal, dilakukan penanganan dengan fan lubrication.[3] Saat fan lubrication dilakukan, ditemukan beberapa platform yang mengalami kerusakan akibat vibrasi berlebih, sehingga komponen mesin rusak dan perlu diganti. Penggantian platform pada bagian fan major module engine dilakukan sesuai prosedur yang tercantum pada task card dan Aircraft Maintenance Manual (AMM).[1]Item Study kasus kegagalan pada system lampu navigasi pada pesawat Airbus A320(2024-07-15) AL Fandi, Deni, Erlangga; Dzufiqar, Alif, Mohamad; Batubara, Hardina, Nindalampu navigasi merupakan salah satu sistem yang penting pada saat pesawat berada di udara, komponen ini berfungsi memberikan indikasi visual eksternal untuk mengetahui posisi pesawat dan arah penerbangan pesawat. Lampu navigasi terpasang di ujung wing tip sebelah kanan pesawat dengan kode warna hijau, untuk kode warna merah di pasang di ujung wing tip sebelah kiri pesawat dan ada juga lampu navigasi di pasang pada Tail pesawat. Pada pesawat Batik Air tipe Airbus A320 PK-LUW pertama kali masuk ke hangar maka dilakukanlah visual inspection pada keseluruhan pesawat termasuk navigation light, pada saat observasi walk around ditemukan bahwa lampu navigasi mengalami kegagalan sehingga tidak dapat menyala, tentunya masalah tersebut dapat mengakibatkan kesulitan untuk mengetahui posisi pesawat pada saat di udara. untuk itu perlu dilakukan troubleshooting terhadap kasus yang ditemukan dan dilakukan penanganan untuk mengatasi masalah tersebut. Metode yang digunakan secara kualitatif yang bersumber dari Aircraft Maintenance Manual (AMM) yang dibentuk dalam teks naratif tanpa melibatkan perhitungan. Metode pengumpulan data dengan tahapan awal yaitu observasi dengan membaca dan memahami alur dari Troubleshooting Fault Navigation Lights pada pesawat Airbus A320 dan melakukan pergantian. Setelah melakukan troubleshooting pada kegagalan yang di alami oleh lampu navigasi di lakukanlah pergantian pada circuit breaker dikarenakan penyebab kegagalannya adalah kontaktor pada circuit breker kotor dan berjamur, dan tidak lupa juga pergantian komponen tersebut mengacu pada AMM yang telah ditentukan untuk keselamatan pengerjaan dan juga keselamatan ketika nantinya pesawat sudah beroperasi. Kesimpulan dari pengamatan tadi adalah, dimana kegagalan diakibatkan oleh kontaktor pada circuit breaker kotor atau berjamur sehingga dilakukan pergantian pada circuit breaker agar sistem lampu navigasi bekerja dengan normal.Item Troubleshooting Of Weather Radar System pada Pesawat Boeing 737-900 ER(Politeknik Negeri Batam, 2024-07-11) Caucin, Maria; Fadilah, Nurul; Giat, LaluSystem Weather Radar (WXR) menyediakan indikasi visual weather condition, windshear events, land contours. WXR beroperasi dengan prinsip yang sama seperti echo. System WXR mentransmisikan radio frequency (RF) pulses dalam area 120 derajat atau 180 derajat ke depan pesawat, tergantung pada mode yang dipilih dan ditampilkan pada navigation display (ND). Objek memantulkan pulses kembali ke penerima. Penerima memproses sinyal yang dikembalikan untuk menunjukkan cuaca , ground mapping ,windshear events. Tujuan dari penelitian ini antara lain mengetahui fungsi yang terdapat pada system WXR dan langkah-langkah troubleshooting pada system tersebut. Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, observasi langsung, wawancara dengan engineer terkait, dan Tracing Aircraft Manual, Aircraft Maintenance Manual (AMM), Fault Isolation Manual (FIM) dan Illustrated Part Catalog (IPC). Trouble dicatat di buku AFML lalu ditransfer ke DMI No 009951 oleh engineer pada pesawat PK-LFO. Cara mengatasi troubleshooting dalam system WXR dimulai dengan melakukan self-test. Jika self-test menemukan kegagalan, langkah selanjutnya adalah melakukan Built-in test equipment (BITE). Menurut FIM ada beberapa hal yang menjadi penyebab masalah WXR fail adalah R/T dan waveguide assembly. Pada saat inspect waveguide assembly tidak ditemukan kerusakan. Oleh karena itu, R/T problem dan diperbaiki dengan mengganti R/T. Setelah penggantian, lakukan self-test kembali. Jika tampilan menunjukkan "TEST COMPLETE", itu berarti system sudah berfungsi kembali dan siap digunakan.Item WELDING DISTORTION ANALYSIS ON WELDING JIG/FIXTURE USING FINITE ELEMENT METHOD(2024-07-04) Sianturi Vicky; Saputra Hendra;In the fabrication processes associated with the marine and oil/gas industries, the Indonesian city of Batam is home to numerous welding operations the most frequent of which is SMAW (Shield Metal Arc Welding). The primary disadvantage of this joining process however is that all of these techniques require a high heat to melt the components together and cause distortion. One such material that used are ASTM A36. to counter this problem is making a support to adjust the material prior welding that called Jig/Fixture since welding distortion occur when welding process it made. with the purpose to maintain the material to be adjust in a fixed position so that even after weld its still maintain its designated position. so it need more study for consideration during the tool design phase, and with that a computerized analysis using Finite Element Method (FEM) program to help knowing deformation pattern, thermal response of T-Joint Weld under applied load that can obtain approximated result. The result of the analysis with T-Joint A-36 material with 277.41 MPa is the stress value (von mises). The material type of ASTM A-36 has a deformation value of 0.77 mm. In the meantime, 15 is the safety factor value for the material type of mild steel. Thus, substance with a safety factor value of ≥1, mild steel material is deemed safe to employ as a supporting fixture in this design.